Thursday, January 10, 2013

Bank Syari'ah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah
            Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
            Pada dasarnya ketiga fungsi utama perbankan (menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang) adalah boleh dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsi perbankan melakukan hal – hal yang dilarang syariah. Dalam praktik perbankan konvesional yang dikenal saat ini, fungsi tersebut dilakukan berdasarkan prinsip bunga. Bank konvensional memang tidak serta merta identik dengan riba, namun kebanyakan praktik bank konvnsionaldapat digolonglan sebagai transaksi ribawi.
B. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional
No
Perbedaan
Bank Konvensional
Bank Syariah
1
Bunga
Berbasis bunga
Berbasis revenue/profit loss sharing
2
Resiko
Anti risk
Risk sharing
3
Operasional
Beroperasi dengan pendekatan sektor keuangan, tidak langsung terkait dengan sektor riil
Beroperasi dengan pendekatan sektor riil
4
Produk
Produk tunggal (kredit)
Multi produk (jual beli, bagi hasil, jasa)
5
Pendapatan
Pendapatan yang diterima deposan tidak terkait dengan pendapatan yang diperoleh bank dari kredit
Pendapatan yang diterima deposan terkait langsung dengan pendapatan yang diperolah bank dari pembiayaan
6

Mengenal negative spread
Tidak mengenal negative spread
7
Dasar Hukum
Bank Indonesia dan Pemerintah
Al Qur’an. Sunnah, fatwa ulama, Bank Indonesia, dan Pemerintah
8
Falsafah
Berdasarkan atas bunga (riba)
Tidak berdasarkan bunga(riba), spekulasi (maisir), dan ketidakjelasan(gharar)
9
Operasional
-          Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo
-          Penyaluran dan pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan agama
-          Dana Masyarakat (Dana Pihak Ketiga/DPK) berupa titipan ( wadi’ah) dan investasi(mudharabah) yang baru akan mendapat hasil jika “diusahakan“ terlebih dahulu
-          Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan menguntungkan
10
Aspek sosial
Tidak diketahui secara tegas
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
11
Organisasi
Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah(DPS)
12
Uang
Uang adalah komoditi selain sebagai alat pembayaran
Uang bukan komoditi, tetapi hanyalah alat pembayaran


C. Konsep Dasar Transaksi

  1. Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
  2. Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya) , saling ikhlas mengikhlaskan antar pihak – pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.
  3. Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.
Lima transaksi yang lazim dipraktekkan perbankan syariah adalah:
  1. Tarnsaksi yang tidak mengandung ribal.
  2. Transaksi yang ditujukan untuk memiliki barang dengan cara jual beli(murabaha)
  3. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jaa dengan cara sewa(ijarah)
  4. Transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan modal kerja dengan cara bagi hasil (mudharabah)
  5. Transaksi deposito, tabungan, giro yang imbalannya adlah bagi hasil (mudharabah) dan transaksi titipan(wadi’ah).

D. Produk Perbankan Syariah
            Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
Þ    Produk penyaluran dana
Þ    Produk penghimpunan dana
Þ    Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan kepada nasabahnya.
1. Produk penyaluran dana
a. Prinsip Jual Beli (Ba’i)
            Transaksi jual beli dibedakanberdasar4kan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti:

Ø  Pembiayaan Murabahah
Murabahah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah
keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Ø  Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam penbiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
Ø  Istishna
Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi. Ketentuan umum Istishna sebagai berikut :
Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti jenis, macam, ukuran, mutu, dan jumlah. Harga jual yang disepakati dicantumkan dalam akad Istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah.
b. Prinsip Sewa (Ijarah)
            Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
            Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya nittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
            Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
Ø  Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing – masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
Ø  Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah;
v  Jumlah modal y6ang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai;
v  Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit loss sharing).
v  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang disepakati.
v  Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.

d. Akad Pelengkap
            Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar – benar timbul.
Þ    Hiwalah ( Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas hiwalah lazimnya untuk melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
Þ    Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
§  Milik nasabah sendiri,
§  Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,
§  Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.
Þ    Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:
Ø  Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
Ø  Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Ø  Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
Ø  Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengu7rus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara angsur melalui potongan gajinya.
Þ    Wakalah (Perwakilan )
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah. 
Þ    Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahnb. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan.


2. Produk Penghimpunan Dana
            Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
o   Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberi bonus kapada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
o   Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.
o   Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
o   Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Prinsip Mudharabah
Þ    Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
Þ    Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.
Þ    Mudharabah Muqayyadah off Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.
c. Akad Pelengkap
Þ    Wakalah (perwakilan)
Dalam aplikasi perbankan, wakalah terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkaso dan transfer uang.
3. Jasa Perbankan
a. Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
            Pada prinsipnya, jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tudak sejenis ini penyerahannya harus dilaksanakan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b. Ijarah (sewa)
            Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank dapat imbalan sewa dari jasa tersebut.

E. Keunggulan Bank Syariah
  1. Dengan adanya negosiasi antara pihak nasabah dengan pihak bank, tercapai suatu halyang saling menguntungkan.
  2. Dengan prinsip bagi hasil, jika perusahaan ingin menaikkan usahanya namun kekurangan modal, maka dapat mengajukan kredit dengan baik, sehingga dapat menerima modal dan juga resiko yang ada lebih rendah daripada dengan pinjaman kredit biasanya.
  3. Dapat mendorong para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dengan baik, dengan adanya bantuan dari pihak bank.
  4. Resiko kerugian lebih kecil dengan menggunakan prinsip ini. Karena apabila mengalami kerugian, maka dibagi menurut perjanjian yang dibuat.
  5. Pihak bank akan mendapatkan banyak nasabah dengan menggunakan prinsip ini, karena adanya kemudahan – kemudahan (misalnya tanpa agunan) yang diberikan oleh bank dan juga akan menaikkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan perjanjian yang dilakukan.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.

Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan2 dan prinsip2 islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.

Maka tugas kita selaku akademisi adalah bagai mana kita mengembangkan dan menerapkan kegiatan perbankan islam pada masyarakat dunia, sehingga tidak ada kata alergi ketika masyarakat mendengar istilah – istilah kegiatan perbankan islam. Harapan kita bahwa sudah cukup sampai disini saja kegiatan dunia bisnis baik yang basis finansial, Investasi, perbankan, real, pasar modal, pasar barang dll. Yang hanya menguntungkan sebagian pihak dan dipihak lain tertidas.
Mari kita jadikan Perbankan islam sebagai sarana untuk menciptakan dunia bisnis baru yang bernafaskan positif yang dapat memberikan kesejahteraan bagi semua.




Hukum Surat Berharga


BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia perusahaan dan perdagangan, orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam lalu lintas pembayaran, artinya orang tidak mutlak lagi menggunkan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga baik sebagai alat pembayaran kontan maupun sebagai alat pembayaran kredit.
Surat berharga sebagai alat pembayaran yang praktis artinya dalam setiap transaksi, para pihak tidak perlu membawa mata uang dalam jumlah besar sebagai alat pembayaran, melainkan dengan cukup hanya mengantongi surat berharga saja. Kemudian pengertian aman adalah tidak setiap orang yang tidak berhak dapat menggunakan surat berharga, karena pembayaran dengan surat berharga memerlukan cara-cara tertentu. Sedangkan jika menggunakan mata uang, apalagi dalam jumlah besar, banyak sekali kemungkinannya timbul bahaya atau kerugian, misalnya pencurian, penggarongan, perampokan dan lain-lain.
Pada umumnya banyak orang mengenal bermacam-macam surat yang kemudian dikatakan itu surat berharga. Orang mengatakan itu surat berharga berdasarkan kenyataan bahwa surat itu mempunyai nilai uang atau dapat ditukar dengan sejumlah uang. Pengertian orang tentang surat berharga tersebut, sebenarnya tidak tepat. Karena yang dimaksud dengan surat berharga dalam pengertian hukum bisnis tidaklah demikian. Supaya dapat dikatakan surat berharga menurut pengertian hukum bisnis, perlu dipenuhi syarat-syarat tertentu yang merupakan ciri surat berharga.
Untuk menuju kepada pengertian surat berharga yang menjadi objek pembahasan, seperti yang diatur dalam KUHD, terlebih dahulu perlu dibedakan dua surat, yaitu :
1.      Surat berharga, terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda, “waarde papier” di Negara Anglo Saxon dikenal dengan isitlah “negotiable instruments”
2.      Surat yang mempunyai harga atau nilai (surat yang berharga), terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “papier van waarde” dalam bahasa Inggrisnya “letter of value”


BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Surat yang Berharga dan Surat Berharga
Istilah surat yang mempunyai harga atau nilai (surat yang berharga) merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Papier Van Waarde”. Terhadap surat yang mempunyai harga, Abdulkadir Muhammad memberikan pendapatnya sebagai berikut: “Surat ini diterbitkan bukan untuk sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut di dalamnya. Surat ini juga tidak dapat diperjualbelikan, bukan untuk pembayaran.”
                Dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/16/PBI/2005, juga disebutkan pengertian surat yang berharga adalah dokumen yang mempunyai nilai bagi penyimpan yang tidak dapat diperdagangkan di pasar uang dan atau pasar modal. Dengan kata lain surat yang mempunyai harga atau nilai ini hanya sekedar alat bukti diri bagi pemegang bahwa dia sebagai orang yang berhak atas apa yang disebutkan untuk menikmati hak yang di sebutkan dalam surat itu. Contoh surat yang berharga adalah sertifikat tanah, ijazah, sertifikat piagam, dokumen perjanjian, dan lain sebagainya.
            Lain halnya dengan istilah surat berharga yang merupakan terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “Waarde Papier”. Abdulkadir Muhammad mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian surat berharga sebagai berikut: “Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran ini tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ke tiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu.”
            Purwosutjipto juga memberikan pendapatnya tentang surat berharga yaitu surat tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan    . Ini berarti surat berharga dapat diartikan surat berharga adalah surat yang mempunyai sifat seperti uang tunai sehingga dapat digunakan sebagai alat pembayaran, dapat dipindahtangankan, diperjualbelikan dan surat tersebut merupakan alat bukti untuk menagih pembayaran sejumlah uang bagi pemegangnya.
            Dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran, berarti surat tersebut dapat dipindah tangankan oleh pemegangnya setiap saat apabila dikehendaki. Sifat dapat dipindahtangan dari surat berharga dapat diketahui dari klausul yang dibubuhkan dalam surat itu sehingga dapat dipindahtangankan, sedangkan surat berharga sebagai pembawa hak berarti untuk memperoleh pembayaran pemegang yang bersangkutan harus menyerahkan dan menunjukkan suratnya. Apabila surat tersebut hilang atau musnah maka pemegang akan mengalami kesulitan untuk memperoleh pembayaran bahkan sangat tidak mungkin memperoleh pembayaran.
            Dengan mempunyai sifat seperti uang tunai itulah yang dapat membedakan surat berharga dengan surat yang lainnya. Sifat seperti uang tunai ini terletak pada nilai yang terkandung di dalamnya. Jadi surat itu mempunyai nilai uang artinya antara nilai yang tercantum dalam surat itu senilai atau sama dengan nilai penerbitan dasarnya. Oleh karena itu, surat berharga tidak hanya dapat ditukarkan dengan uang tunai melainkan dapat juga digunakan sebagai alat pembayaran.
            Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa surat berharga mempunyai tiga ciri utama sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad sebagai berikut:
1.      Sebagai alat pembayaran (alat tukar uang)
2.      Sebagai alat untuk memindahkan hak tagih (diperjualbelikan dengan mudah dan sederhana)
3.      Sebagai surat bukti hak tagih (surat legitimasi)
Tujuan penerbitan surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang.
Jadi apabila suatu surat telah memenuhi tiga ciri tersebut, maka surat itu dapat digolongkan sebagai surat berharga karena hal ini sesuai dengan ciri-ciri yang ditetapkan dalam pasal KUHD.

B.   Dasar Hukum tentang Ketentuan Surat Berharga
Dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel pada tanggal 1 Mei 1848 dengan Staatsblad 1847-23, dimulailah suatu kodifikasi hukum dagang yang mencakup ketentuan-ketentuan tentang surat berharga. Berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), maka KUHD masih berlaku di Indonesia sampai pada saat ini. Wetboek van Koophandel yang berdasarkan asas konkordansi tersebut mulai berlaku di Negeri Belanda pada tanggal 1 Oktober 1838. Wetboek van Koophandel meneladani code du Commerce Perancis 1808.
Di negara-negara yang menganut hukum Anglo Saxon, misalnya Inggris, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan lain-lain tidak terdapat kodifikasi hukum seperti halnya di Indonesia dan negeri Belanda. Hukum dagang negara-negara itu terdiri dari undang-undang khusus dan bukan merupakan kodifikasi, misalnya The Bill of Exchange Act 1882 (undang-undang tentang wesel) dan The Companies Act 1928 (undang-undang tentang badan usaha) di Inggris, dan Negotiable Instruments Law 1897 di Amerika Serikat.
Wetboek van Koophandel semula hanya berlaku bagi golongan Eropa saja. Kemudian dengan Staatsblad 1855-76 yang selanjutnya diganti dengan Staatsblad 1924-56, Wetboek van Koophandel diberlakukan bagi golongan Timur Asing Cina dan Timur Asing lainnya. Sedangkan bagi golongan bumiputra, Wetboek van Koophandel diberlakukan melalui penundukan diri (Staatsblad 1917-12). Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Aturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945, Wetboek van Koophandel Hindia-Belanda tersebut diadopsi menjadi KUHD dan diberlakukan terhadap semua warga negara Indonesia tanpa memandang asal golongan.
Surat berharga atau dalam bahasa Inggris disebut negotiable instruments atau negotiable papers (Belanda: waarde papier), tidak kita jumpai dalam KUHD. Namun, dari beberapa pasal dalam KUHD dapat di simpulkan bahwa surat berharga adalah surat bukti pembawa hak yang dapat diperdagangkan atau surat-surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dialihkan haknya dari satu tangan ke tangan lainnya (negotiable).
Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No.28/52/DIR dan No.49/52/UPG yang masing-masing tentang Persyaratan Perdagangan dan Penerbitan Surat Berharga Komersial melalui bank umum di Indonesia dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Pasal 1 UU Perbankan 1992). Lalu Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatifnya, atau kepentingan dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. Penerbitan surat berharga di Indonesia juga harus memperoleh peringkat dari Lembaga Pemeringkat Kredit (Credit Rating). Di Indonesia dikenal denga nama PT. PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia) yang berdiri pada tahun 1993.
Perkembangan perdagangan dewasa ini, baik yang bersifat nasional maupun internasional, membawa dampak pada sistem pembayaran dan penyerahan barang di mana dalam lalu lintas perdagangan tersebut peranan surat-surat berharga semakin tampak. Surat berharga yang kita kenal dewasa ini sudah semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia pada umumnya. Oleh karena itu, surat berharga tersebut sudah banyak yang tidak kita temukan lagi pengaturannya dalam KUHD. Istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain :
  1. Pasal 469 KUHD, bunyinya “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak permata dan lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga, begitupun…….”
  2. Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, isinya “Semua uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…. “
  3. Dalam konteks Perbankan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang.
  4. Dalam Konteks Pasar Modal. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1548/KMK.013/1990 tanggal 4 Desember 1990 yang mulai berlaku tanggal 9 Januari 1991 tentang pasar modal memberikan definisi tentang efek yang meliputi setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, warrants, opsi, atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai efek.
Definisi surat berharga yang diberikan oleh Undang-undang Perbankan dan definisi efek yang diberikan oleh Keputusan Menteri Keuangan tersebut tampaknya sangat luas karena mencantumkan segala bentuk derivatif (turunan) dari surat berharga dan efek itu sendiri. Bentuk turunan ini dikenal dengan “derivative securities” yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi.
Di samping itu dapat dikemukakan bahwa definisi surat berharga dalam peraturan perundang-undangan ini sangat penting karena dapat menentukan ruang lingkup berlakunya suatu peraturan dan cakupan kewenangan lembaga yang bertugas melaksanakan peraturan tersebut.
Di dalam KUHD Buku I titel 6 dan titel 7 mengatur surat-surat berharga yang meliputi:
1.      Wesel  diatur dalam Buku I titel keenam dari bagian pertama sampai bagian kedua belas (100-173 KUHD)
2.      Surat sanggup diatur di dalam Buku I title keenam bagian ketiga belas (174-177 KUHD)
3.      Cek diatur di dalam Buku I title ketujuh dalam bagian pertama sampai dengan bagian kesepuluh (178-229d KUHD)
4.      Kwitansi-kwitansi dan Promes atas tunjuk diatur di dalam Buku I title ketujuh dalam bagian kesebelas (229e – 229k KUHD)
5.      Persetujuan sewa kapal atau charter party (453-465 KUHD), konosemen (504 dst KUHD), dan delivery order (510 KUHD)
                Dalam perkembangannya bentuk surat berharga tidak hanya surat-surat berharga sebagaimana yang diatur dalam KUHD, melainkan terdapat bentuk surat berharga lainnya. Bentuk-bentuk surat berharga yang timbul dalam praktek itu antara lain Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Bilyet Giro, Sertifikat Deposito, Traveller’s Cheque, dan Commercial Paper. Pengaturan hukum surat-surat berharga di luar KUHD tersebut antara lain:
a)      Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/30/UPUM tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia, masing-masing tanggal 27 Oktober 1988. Dalam peraturan ini disebut bahwa “SBI adalah surat pengakuan hutang dalam rupiah, berjangka waktu pendek yang diterbitkan atas unjuk dengan sistem diskonto.”
b)      Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/53/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/31/UPG tentang Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang, masing-masing tanggal 27 Oktober 1988. Dalam peraturan ini disebut “SBPU adalah surat berharga jangka pendek dalam rupiah yang dapat diperjualbelikan dengan sistem diskonto dengan Bank Indonesia atau di pasar uang.”
c)      Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/49/UPG tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Commercial Paper melalui Bank Umum di Indonesia. Dalam peraturan ini disebut bahwa “Commercial Paper adalah surat sanggup tanpa jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan bukan bank atau perusahaan efek, dalam jangka waktu pendek dengan sistem diskonto.”
d)     Surat Edaran Bank Indonesia (SERI) No. 4/670 UPPB/ Pb.B.BI 24 Januari 1972 yang sudah disempurnakan dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 28/32/Kep/Dir dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 28/321UPG masing-masing tanggal 4 Juli 1995 mengatur Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral.
Terhadap bentuk surat berharga lain yang timbul dalam praktek sampai saat ini peraturan khusus yang mengaturnya. Seperti Sertifkat Deposito hanya terdapat definisinya dalam Pasal 1 angka (9) UU Perbankan yang menyebut “Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan.”
Dengan demikian suatu hal yang sangat penting agar definisi dalam suatu peraturan perundang-undangan yang satu selaras dengan definisi dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak ada kesimpangsiuran yang dapat mengundang ketidakpastian hukum.

C.   Persyaratan Umum Surat Berharga
Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam KUHD khususnya yang mengatur mengenai bentuk-bentuk surat berharga, maka dapat disimpulkan persyaratan umum yang wajib dipenuhi suatu surat berharga yang negotiable, sebagai berikut :



  1. Syarat Formal
ü menyebutkan nama atau jenis surat berharga secara jelas;
ü memuat atau mengandung persyaratan suatu kesanggupan, janji, perintah, atau kewajiban yang tidak bersyarat yang isinya dapat berupa surat-surat perintah membayar, surat hak tagih keuangan atau kebendaan, alat kredit dan sebagainya;
ü mencantumkan nama pihak yang wajib/harus membayar;
ü penetapan nama tempat pembayaran;
ü penyebutan tanggal dan tempat surat berharga tersebut diterbitkan atau ditarik;
ü harus ditandatangani dengan atau tanpa stempel dari penerbit atau penarik yang sah. Hal ini tergantung kepada subjek atau siapa yang menerbitkannya, bisa individu, badan hukum atau yayasan.
b.      Syarat Materiil
ü adanya perikatan dasar atau sebab-sebab yang sah;
ü merupakan hak tagih untuk mendapatkan pembayaran uang atau penyerahan kebendaan
ü dapat dialihkan dengan cara endosemen, cessie atau pengalihan dari tangan ke tangan;
ü tidak dapat dibatalkan oleh penerbit atau penarik;
ü tersedianya dana dan bendanya jika pada saat penguangan atau penyerahan.
Dengan demikian suatu surat berharga sekurang-kurangnya harus mengandung unsur-unsur syarat formal dan meteriil.

D.   Klausula Surat Berharga
Dalam surat berharga tercantum suatu jumlah tertentu dan hak atas jumlah uang tersebut mengikuti suratnya. Ini berarti bahwa hak dan surat/kertasnya terjalin satu sama lain. Atau dengan perkataan lain, di dalam surat itu terkandung suatu hak yang tidak dapat dipisahkan. Sepanjang surat berharga itu diperoleh secara jujur dan berdasarkan itikad baik, pemegang atau holder suatu surat berharga dapat, atas namanya sendiri, menuntut pembayaran terhadap si penarik.
Dalam hal ini pemegang yang jujur tidak ada sangkut pautnya dengan pemegang sebelumnya bila di kemudian hari terbukti bahwa terhadap cacat dalam perolehan surat berharga itu oleh pemegang terdahulu. Surat berharga dapat diperdagangkan dan dialihkan hak tagihnya kepada orang lain. Sesuai dengan tujuan diadakannya surat berharga, dalam klausul-klausul surat berharga disebutkan bahwa surat berharga itu dapat dialihkan kedudukan hukumnya dari si pemegang surat tersebut kepada orang lain yang menerima pengalihannya. Menurut hukum terdapat dua macam klausul pada surat berharga, yakni :
1.      Klausul “kepada pembawa (to bear/aan toonder)”
Bila suatu surat berharga berklausul “kepada pembawa”, si pemegang dapat mengalihkannya hanya dengan penyerahan surat itu begitu saja.
2.      Klausul “kepada order (to order/aan order)”
Sedangkan suatu surat berharga berklausul “kepada order” (surat unjuk), pengalihannya dilakukan dengan cara endosemen dan penyerahan surat berharga itu. Penyerahan surat berharga berarti bahwa semua hak atas tagihan yang disebutkan dalam surat berharga tersebut dialihkan kepada pemegang yang baru.

E.   Legitimasi Surat Berharga
Asas Legitimasi ini digunakan untuk memperlancar peredarannya dalam lalu lintas pembayaran sesuai dengan fungsi dan penerbitan surat berharga. Ada 2 (dua) jenis surat legitimasi menurut KUHD:
  1. Legitimasi Formil
Legitimasi Formil dalah bukti bahwa surat berharga itu dianggap sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Dikatakan dianggap karena bila pemegang tidak dapat menunjukkan bukti secara formil diatur oleh UU maka ia tidak dapat dikatakan sebagai pemegang sah.   
            Dalam pasal 115 ayat (1) KUHD untuk surat wesel, Pasal 176 KUHD untuk surat sanggup, Pasal 196 untuk surat cek. Menurut pasal-pasal tersebut barang siapa memegang surat berharga itu, ia harus dianggap sebagai pemegang yang sah apabila ia dapat membuktikan haknya dengan memperlihatkan suatu deretan tidak terputus segala endosemen surat itu, walaupun sekira-kiranya endosemen yang terakhir dilakukan dalam blanko.

  1. Legitimasi Materiil
 Legitimasi materiil adalah bukti bahwa pemegang surat berharga itu sesungguhnya adalah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut didalamnya. Asas legitiamasi materiil diatur dalam pasal 115 ayat (2) KUHD untuk surat wesel dan surat sanggup dan pasal 198 KUHD untuk surat cek.
 Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi bahwa:
a.         Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materiilnya.
b.         Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu benar-benar orang yang berhak.
c.         Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.
d.        Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan surat berharga.

F.    Upaya Tangkisan Surat Berharga
Apabila seseorang mengadakan perjanjian jual beli barang dengan pihak lainnya, kemudian pembeli membayar harga barang dengan sepucuk surat berharga misalnya dengan sepucuk surat wesel atau cek. Penjual yang menerima pembayaran dengan surat berharga itu dapat pula membayarkan (memindahkan) surat itu kepada pihak lain, dan seterusnya. Akhirnya timbullah suatu rangkaian peralihan surat berharga itu dari tangan ke tangan.
Hal ini perlu dipersoalkan karena jika ternyata pada suatu ketika pemegang surat berharga itu meminta pembayaran kepada debitur, ada kemungkinan debitur akan menolak atau menangkis pembayaran yang diminta kepadanya dengan berbagai macam alasan, atau penerbit menolak pembayaran dengan alasan bahwa penerbit menghindarkan membayar kedua kalinya kepada penjual (pemegang pertama). Padahal pemegang terakhir ini tidak mengetahui bahwa kewajiban penerbit untuk membayar kepada pemegang itu sudah tidak ada lagi, dengan terjadinya penyerahan surat berharga itu kepada pemegang pertama. Jika masalah ini sampai terjadi tanpa adanya pembatasan atau kepastian maka penerbitan surat berharga tersebut tidak akan memenuhi fungsi atau tujuan, karena orang tidak akan mau membeli atau menerima peralihan sebagai pemegang berikutnya sebab khawatir tidak akan mendapat pemenuhan atas hak tagih yang tersebut dalam surat berharga itu. Setiap transaksi surat berharga itu juga kemungkinan terjadi penipuan, kesalahan, kelalaian atau khilaf dan sebagainya, yang akhirnya akan merugikan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Misalnya surat berharga tersebut hilang, dicuri orang lain, atau pemegang lalai atau lupa, atau surat berharga tersebut cacat tidak mempunyai syarat formal, sehingga pihak bank akan menolak surat berharga yang ditunjukkan tersebut.
Dalam penggunaannya surat berharga kadang kala mengalami beberapa peralihan yang kemungkinan terjadi tindakan non-akseptasi atau non-pembayaran. Untuk mengatasi hal tersebut ada 2 (dua) macam upaya tangkisan yaitu :

1.      Upaya Tangkisan Absolut (Execption In Rem)
Digunakan terhadap debitur semua pemegang baik pertama maupum berikutnya. Upaya ini timbul dari surat berharga itu sendiri yaitu :
a)   Cacat bentuk surat berharga (tentang syarat formil seperti tidak ada tanda tangan penerbit, tanggal penerbitan, tanda tangan palsu, atau tentang ketidakcakapan penerbit paksaan badan).
b)   Lampau waktu dari surat berharga, tentang ini diatur dalam pasal 169 KUHD untuk wesel dan surat sanggup, pasal 229 KUHD untuk cek.
c)   Kelainan formalitas dalam regres (kewajiban setiap pemegang surat wesel untuk memindahkan surat wesel itu kepada orang lain untuk menanggung pembayaran).
d)  Jika surat berharga mendapat penolakan aseptansi (pembayaran pada hari tagih/hari bayar) maka pemegang dapat melakukan hak regresnya untuk memperoleh pembayaran kepada penerbit atau debitur lainnya.

2.      Upaya Tangkisan Relatif
Dapat diketahui dari hubungan hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang endosan yang mendahului pemegang terakhir, khususnya pemegang pertama yang lazim disebut perikatan dasar. Upaya ini diatur dalam pasal 109 KUHD dan pasal 116 KUHD untuk wesel, pasal 199 KUHD untuk cek.
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, antara lain :
a)      Upaya tangkisan relatif, boleh digunakan oleh debitur terhadap pemegang yang memperoleh surat berharga tidak jujur, dan upaya ini berdasar pada hubungan hukum antara penerbit dengan pihak pertama.
b)      Tujuan larangan terhadap pemegang yang memintakan pembayaran adalah untuk mencegah agar jangan sampai fungsi surat berharga itu terganggu dan menghormati dan menjamin hak dari pemegang yang jujur.



G.  Bentuk Surat Berharga
*      Wesel
Pengertian Wesel, menurut beberapa ahli:
1.      K.ST. Pamoentjak dan Achmad Ichsan. Wesel adalah surat perintah dari seseorang yang minta dibayarkan kepada seseorang lain sejumlah yang tersebut dalam surat perintah itu.
2.      Abdulkadir Muhammad. Surat wesel adalah surat yang memuat kata wesel, yang diterbitkan pada tanggal dan tempat tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pemegang atau penggantinya, pada tanggal dan tempat tertentu.
3.      H.M.N. Purwosutjito. Surat wesel adalah ”Syarat yang memuat kata ”wesel” di dalamnya, ditanggali dan di tandatangani di suatu tempat, dalam mana penerbitannya memberi perintah tidak bersyata kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang pada hari bayar kepada orang yang ditunjuk oleh penerbit atau penggantinya di suatu tempat tertentu”.Dalam perundang-undangan tidak terdapat perumusan atau definisi tentang surat wesel. Tetapi dalam Pasal 100 KUHD dimuat syarat-syarat formal sepucuk surat wesel.
Dasar hukum wesel diatur dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 173 KUHD, yang menentukan syarat formal bagi suatu wesel. Di dalam KUHD tidak ditemukan definisi wesel, tersirat dalam Pasal 100 KUHD pada persyaratan formal wesel. Namun dapat disimpulkan bahwa wesel adalah suatu surat berharga bertanggal dan menyebutkan tempat penerbitannya, yang merupakan perintah tanpa syarat oleh penarik untuk membayar kepada pihak pemegang atau di tunjuk oleh pemegang tersebut.

Personil Wesel
Dalam hukum wesel, dikenal beberapa personil wesel, yaitu orang-orang yang terlibat dalam lalu lintas pembayaran dengan surat wesel.
1.      Penerbit, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda trekker, bahasa Inggrisnya drawee, yaitu orang yang mengeluarkan surat wesel.
2.      Tersangkut, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda betrokkene, yaitu orang diberi perintah tanpa syarat untuk membayar.
3.      Akseptan, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda acceptant, bahasa Inggrisnya acceptor, yaitu tersangkut yang telah menyetujui untuk membayar surat wesel pada hari bayar, dengan memberikan tanga tangannya.
4.      Pemegang Pertama. Adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda nomor, bahasa Inggrisnya holder, yaitu orang yang menerima surat wesel pertama kali dari penerbit.
5.      Pengganti, adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda geendosseerde, bahasa Inggrisnya indorsee, yaitu orang yang menerima peralihan surat wesel dari pemegang sebelumnya.
6.      Endosan, berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda endosant, bahasa Inggrisnya indorser, yaitu orang yang memperalihkan surat wesel kepada pemegang berikutnya.

Syarat-Syarat Formal Surat Wesel
Suatu surat wesel harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang, yang disebut syarat-syarat formal. Menurut ketentuan pasal 100 KUHD, setiap surat wesel harus memuat syarat-syarat formal sebagai berikut:
1.      Istilah “wesel” harus dimuat dalam teksnya sendiri dan disebutkan dalam bahasa surat itu ditulis.
2.      Perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
3.      Nama orang yang harus membayarnya (tersangkut).
4.      Penetapan hari bayar (hari jatuh).
5.      Penetapan tempat di mana pembayaran harus dilakukan.
6.      Nama orang kepada siapa atau penggantinya pembayaran harus dilakukan.
7.      Tanggal dan tempat surat wesel diterbitkan.
8.      Tanda tangan orang yang menerbitkan.

Apabila surat wesel tidak memuat salah satu dari syarat-syarat formal tersebut, surat itu tidak dapat diperlakukan sebagai surat wesel menurut undangundang, kecuali dalam hal-hal berikut ini:
1.      Surat wesel yang tidak menetapkan hari bayarnya, dianggap harus dibayar pada hari diperlihatkan (op zicht).
2.      Jika tidak ada penentapan khusus, maka tempat yang ditulis di samping nama tersangkut, dianggap sebagai tempat pembayaran dan tempat di mana tersangkut berdomisili.
3.      Surat wesel yang tidak menerangkan tempat diterbitkan, dianggap ditandatangani di tempat yang tertulis di samping nama penerbit.

Bentuk-bentuk Surat Wesel Khusus
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ada lima macam bentuk surat wesel khusus yaitu :
a.       Wesel Atas Pengganti Penerbit
Bentuk surat wesel atas pengganti penerbit (aan eigen order, to own order) dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat 1 KUHD yang menyatakan bahwa penerbit dapat menerbitkan surat wesel yang berbunyi atas pengganti penerbit. Maksudnya penerbit menunjuk kepada dirinya sendiri sebagai pemegang pertama. Kekhususan bentuk surat wesel semacam ini ialah bahwa kedudukan penerbit sama dengan kedudukan pemegang pertama.
b.      Wesel Atas Nama Penerbit Sendiri
Menurut ketentuan Pasal 102 ayat 2 KUHD surat wesel dapat diterbitkan atas penerbit sendiri. Maksudnya penerbit memerintahkan kepada dirinya sendiri untuk membayar, jadi penerbit menunjuk dirinya sendiri sebagai pihak tersangkut. Kekhususannya ialah kedudukan penerbit sama dengan dengan kedudukan tersangkut. Jika wesel ini diakseptasi, penerbitnya terikat baik sebagai penghutang regres maupun sebagai akseptan. Wesel dalam bentuk ini biasanya diterbitkan oleh kantor pusat, yang memerintahkan kantor cabangnya untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat wesel tersebut. Penerbitan surat wesel bentuk ini biasanya dilakukan dalam satu lingkungan perusahaan, misalnya dikalangan perbankan. Penerbit dan tersangkut berada dalam satu lingkungan perusahaan.
c.       Wesel Untuk Perhitungan Orang Ketiga
Bentuk surat wesel ini dimungkinkan oleh Pasal 102 ayat 3 KUHD yang menyatakan bahwa surat wesel dapat diterbitkan untuk perhitungan orang ketiga (voor rekening van een derde, for account of a third party). Penerbitan surat wesel dalam bentuk ini bisa terjadi jika seorang pihak ketiga itu untuk tagihannya memungkinkan diterbitkan surat wesel, artinya ia mempunyai rekening yang cukup dananya. Karena alasan tertentu ia minta kepada pihak lain untuk menjadi penerbit surat wesel, atas perhitungan rekeningnya itu. Biasanya pihak yang diminta untuk menjadi penerbit itu adalah bank, dimana orang ketiga itu mempunyai rekening. Bank inilah yang bertindak sebagai penerbit surat wesel untuk perhitungan orang ketiga yang menyuruh terbitkan wesel atas perhitungan rekeningnya.
d.      Wesel Incasso (wesel untuk menagih)
Wesel Incasso (incasso wissel, collection draft) adalah bentuk surat wesel yang diterbitkan dengan tujuan untuk memberi kuasa kepda pemegang pertama menagih sejumlah uang, tidak untuk diperjualbelikan. Kedudukan penerbit adalah sebagai pemberi kuasa, sedangkan kedudukan pemegang pertama sebagai pemegang kuasa untuk menagih uang. Wsel incasso dimungkinkan oleh Pasal 102 a ayat 1 KUHD. Menurut ketentuan pasal ini, jika dalam surat wesel itu penerbit telah memuat kata-kata “harga untuk ditagih” atau “dalam pemberin kuasa” atau “untuk incasso” atau lain-lain kata yang berarti memberi perintah untuk menagih semata-mata, maka pemegang pertama bisa melakukan semua hak yang timbul dari surat wesel itu, tetapi ia tidak bisa mengendosemenkan kepada orang lain, melainkan dengan cara pemberian kuasa.
e.       Wesel Berdomisili
Menurut ketentuan Pasal 100 KUHD surat wesel harus memuat nama tempat dimana tersangkut harus melakukan pembayaran. Umumnya pembayaran itu dilakukan di tempat kediaman tersangkut. Tetapi ketentuan ini tidak selalu demikian, bisa juga pembayaran dilakukan di tempat lain. Menurut ketentuan Pasal 103 KUHD ada surat wesel yang harus dibayar ditempat tinggal pihak ketiga, baik tempat tinggal tersangkut, maupun ditempat lain. Surat wesel ini disebut wesel berdomisili.
f.       Wesel Aksep atau dikenal dengan nama Bank draft atau Bankers draft.
Bank draft atau Bankers draft adalah surat berharga yang berisi perintah tak bersyarat dari bank penerbit draft tersebut kepada pihak lainnya (tertarik) untuk membayar sejumlah uang kepada seseorang tertentu atau orang yang ditunjuknya pada waktu yang telah ditentukan. Bank draft ini merupakan cek namun sumber dana pembayarannya adalah berasal dari rekening bank penerbit bukan dari rekening nasabah perorangan.
Keuntungan wesel aksep yaitu masalah yang timbul pada cek adalah bahwa cek tersebut tidak dianggap atau diperlakukan sebagai tunai oleh karena cek tersebut dapat menjadi tidak bernilai apabila dana penerbit cek tidak mencukupi saldonya dan cek tersebut akan dikembalikan kepada kreditur oleh bank dan si penerima cek akan menghadapi resiko tidak memperoleh pembayaran. Untuk mengurangi resiko tersebut, maka seseorang dapat meminta agar pembayaran dilakukan dengan jenis cek yang dananya dijamin mencukupi yaitu berasal dari dana milik bank yang menerbitkan wesel aksep. Hal ini akan mengurangi resiko kreditur terkecuali bank penerbit pailit atau bank draft tersebut palsu. Guna memastikan bahwa nasabahnya memiliki dana yang cukup guna membayar bank untuk memenuhi kewasjiban si nasabah dalam penerbitan bank draft maka bank akan mendebet rekening nasabahnya seketika itu jiga (termasuk biaya-biaya). Wesel aksep diperlakukan sama dengan cek yaitu prosedur pencairannya melalui lembaga kliring setempat.
Gambar Wesel:

*      Surat Sanggup
Pengertian Surat Sanggup
Surat sanggup adalah surat utang yang diterbitkan oleh subyek hukum dan dianggap sebagai instrumen keuangan dan dapat diperjualbelikan. Surat sanggup lebih dikenal di pasar modal sebagai promissory notes. Surat sanggup mempunyai jatuh tempo dan umumnya tidak panjang dan paling panjang kurang dari satu tahun sehingga instrumen keuangan dianggap sebagai instrumen investasi jangka pendek.
Instrumen keuangan ini merupakan sebuah perjanjian atau kontrak antara dua pihak, yaitu penerbit surat sanggup dan investor. Instrumen keuangan harus dibayar oleh penerbit pada saat jatuh tempo dengan tanpa alasan apa pun sesuai dengan nilai yang tertera pada surat sanggup tersebut.
Surat sanggup atau promes yang dalam bahasa Inggris disebut juga promissory note, dalam akuntansi dapat juga disebut "nota yang dapat diuangkan" adalah merupakan suatu kontrak yang berisikan janji secara terinci dari suatu pihak ( pembayar) untuk membayarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya (pihak yang dibayar). Kewajiban ini dapat timbul dari adanya suatu kewajiban pelunasan suatu hutang. Misalnya, dalam suatu transaksi penjualan barang dimana pembayarannya mungkin saja dilakukan sebagian secara tunai dan sisanya dibayar dengan menggunakan satu atau beberapa promes.
Dalam promes disebutkan jumlah pokok hutang serta bunga (apabila ada) dan tanggal jatuh tempo pembayarannya. Kadangkala dicantumkan pula adanya suatu ketentuan yang mengatur apabila si pembayar mengalami gagal bayar.
Promes atas unjuk adalah suatu promes yang tidak mencantumkan tanggal jatuh tempo pembayaran dimana pembayaran harus dilakukan setiap saat apabila diminta oleh pemberi pinjaman. Biasanya si pemberi pinjaman akan mengirimkan pemberitahuan dengan tenggang waktu beberapa hari sebelum tanggal pembayaran yang diinginkan. Dalam hal pinjam meminjam uang antar perorangan, penanda tanganan promes ini adalah merupakan suatu cara terbaik guna kepentingan perpajakan dan pembuktian.
Promes adalah berbeda dari surat pengakuan hutang biasa dimana pada surat pengakuan hutang hanya merupakan bukti atas hutang seseorang, tetapi dalam promes tertera adanya suatu persetujuan untuk melakukan pembayaran atas jumlah yang tercantum pada promes tersebut.
Kegunaan lain dari promes yaitu untuk pembiayaan atas kebutuhan dana suatu perusahaan yaitu melalui penerbitan atapun pengalihan surat berharga.
Surat sanggup tidak memerlukan rating (pemeringkat) dari lembaga pemeringkat seperti Pefindo dan Fitch Rating Indonesia. Pemeringkatan dan jatuh tempo ini merupakan perbedaan surat sanggup dengan commercial papers. Investor yang membeli surat sanggup maupun commercial paper pada harga at discount dan diskon tersebut dianggap sebagai bunga.
Misalnya, sebuah surat sanggup mempunyai nilai jatuh tempo sebesar Rp 5 miliar, maka nilai beli surat sanggup harus di bawah Rp 5 miliar, tergantung yield kesepakatan penerbit dengan investor. Bila yield sebesar 5 persen, maka investor akan membayar sebesar diskon bunga dengan periodenya. Bila jatuh tempo investor selama 270 hari, maka investor akan membayar sebesar Rp 4.821.664.465, (Rp.5 miliar/(1+(270/365)*5%)).

Dasar Hukum Surat Sanggup
Dasar hukum surat sanggup diatur dalam pasal 174 -177 KUH Dagang. Ada dua macam surat sanggup, yaitu surat sanggup kepada pengganti dan surat sanggup kepada pembawa. Agar jangan tinggal keragu-raguan HMN Purwosutjipto, menyebutkan surat sanggup kepada pengganti dengan "surat sanggup" saja, sedangkan surat sanggup kepada pembawa disebutnya "surat promes".

Sifat Surat Sanggup
Surat sanggup memiliki dua sifat khusus, yakni :
·         Tanpa jaminan
Pada awal penerbitan surat sanggup, penerbit mempunyai itikad baik untuk membayar surat sanggup pada saat jatuh tempo sehingga surat sanggup tidak mempunyai jaminan. Kepercayaan investor terhadap janji tersebut merupakan pegangan investor sehingga investor mau membeli surat sanggup tersebut. Tetapi, belakangan surat sanggup sudah mulai ditambah dengan jaminan karena investor ingin mengurangi risiko yang dihadapinya.
Penerbitan surat sanggup bisa dilakukan sendiri bila penerbit mengetahui pembelinya (investor). Karena investor sangat bervariasi terutama dari segi permintaan, maka sering kali penerbit meminta bank investasi (sekuritas) untuk membantu penerbit menjual surat sanggup tersebut karena sekuritas yang memiliki investor. Untuk jasa sekuritas tersebut diperlukan pembayaran fee sehingga penerbit tidak mau dipusingkan seluruh persoalan penerbitan surat sanggup tersebut.
·         Bisa diperjualbelikan
Surat sanggup bisa diperjualbelikan sesuai dengan kesepakatan antara pembeli dan penjual tanpa sepengetahuan penerbit, tetapi pembeli harus melakukan konfirmasi kepada penerbit mengenai keabsahan surat sanggup agar pada saat jatuh tempo surat sanggup bisa ditagih kepada penerbit. Agar cepat laku, penjual kembali akan menggunakan sekuritas karena perusahaan tersebut yang mengetahui investor (pembeli) surat sanggup tersebut. Investor kembali harus membayar fee untuk menjual surat sanggup terkecuali pada awal sudah ada kesepakatan bahwa surat sanggup dijual tanpa bayar fee.
Ketika diterbitkan, surat sanggup tidak mempunyai nama kepemilikan pada surat sanggup sehingga siapa yang membawa surat sanggup menjadi pemiliknya dan berkuasa untuk menagih pada saat jatuh tempo kepada penerbit. Tidak adanya nama tersebut dikarenakan surat sanggup dapat diperjualbelikan dan tidak ada jaminan pihak lain bahwa surat sanggup tersebut akan dibayar pada saat jatuh tempo.
Ketika saat awal pertama transaksi surat sanggup di mana investor membelinya, maka investor harus mentransfer dana sebesar nilai kesepakatan surat sanggup tersebut. Pemegang surat sanggup harus mempunyai bukti transfer atas pembeli surat sanggup dan juga bukti transaksi telah terjadinya jual-beli surat sanggup. Bukti ini sangat diperlukan pada periode jatuh tempo untuk menyatakan telah terjadi transaksi.
Pada saat jatuh tempo, pemegang surat sanggup harus mengajukan surat sanggup untuk menagih utang tersebut dan hanya bisa menagih sebesar nilai yang tertera pada surat sanggup. Penerbit surat sanggup tidak bisa menolak tagihan tersebut karena kewajiban yang harus dibayar. Tindakan ini dilakukan untuk menyatakan bahwa penerbit mempunyai utang kepada pemegang surat sanggup.
Surat sanggup harus ditagih pada saat jatuh tempo dan bila tidak ditagih, tidak ada kewajiban penerbit harus membayar secepatnya dan adanya tambahan pembayaran dikarenakan telat penagihan. Akibatnya, penerbit surat sanggup tidak bertanggung jawab atas kerugian yang dialami pemegang surat sanggup akibat kelalaiannya menagih pada saat jatuh tempo. Pemegang bisa menagih surat sanggup asalkan dengan bukti yang kuat.
Bila terjadi penagihan di luar waktu yang ditentukan bukan pada saat jatuh tempo, maka pemegang surat sanggup tidak bisa mengenakan bunga setelah berakhir jatuh tempo surat sanggup karena tidak ada tertera dalam surat sanggup, terkecuali ada kesepakatan antara penerbit dengan pemegang surat sanggup. Bila ada kesepakatan baru karena belum bisa bayar atau pemegang surat sanggup setuju diperpanjang, maka penerbit surat sanggup harus menerbitkan surat sanggup dengan nilai terbaru sesuai kesepakatan. Jatuh tempo surat sanggup sudah berubah sesuai dengan kesepakatan.
Syarat-Syarat Surat Sanggup
Syarat- syarat surat sanggup adalah :
1. Penyebutan surat sanggup dimuatkan dalam teksnya sendiri
2. Kesanggupan tak bersyarat untuk mebayar sejumlah uang tertentu
3. Penetapan hari bayarnya
4. Penetapan tempat dimana pembayaran dilakukan
5. Nama orang yang dimana pembayaran dilakukan
6. Tanggal dan tempat surat sanggup
7. Tanda tangan orang yang mengeluarkan surat sanggup itu
Apabila salah satu dari syarat ini tidak terpenuhi maka surat tersebut tidak dapat dikatakan sebagai surat sanggup, kecuali :
a. Bila tidak menentukan hari bayarnya maka dianggap dibayar pada saat diunjukkan
b. Bila tidak menyebutkan tempat pembayaran , maka tempat penandatangan dianggap sebagai tempat pembayaran
c. Bila tidak menyebutkan tempat ditandatanganinya maka dianggap ditandatangani di
   tempat yang tertera disamping nama penandatangan .

Risiko Surat Sanggup
Banyak risiko yang dihadapi pemegang surat sanggup, yaitu risiko tingkat bunga, risiko daya beli, dan risiko tidak mampu bayar. Salah satu risiko yang paling besar dari seluruh risiko yang ada adalah risiko tidak mampu bayar walaupun pada awal penerbitan mempunyai itikad baik untuk membayar. Ketidakmampuan membayar dikarenakan faktor internal perusahaan dan faktor lingkungan eksternal perusahaan seperti krisis ekonomi dan keuangan serta kebijakan pemerintah.
Bila surat sanggup tidak mampu dibayar oleh penerbitnya, pemegang surat sanggup dapat melakukan tindakan hukum, misalnya mengajukan kepailitan kepada pengadilan terhadap penerbit surat sanggup bila surat sanggup tersebut tercatat di laporan keuangan penerbit.

Perbedaan Surat Sanggup dengan Wesel
Surat sanggup mirip dengan surat wesel, tetapi berapa syarat pada surat wesel tidak berlaku pada surat sanggup, perbedaannya dengan surat wesel adalah:
a. Surat sanggup tidak mempunyai tersangkut.
b. Penerbit dalam surat sanggup tidak memberi perintah untuk membayar, tetapi
    menyanggupi untuk membayar.
c. Penerbit surat sanggup tidak menjadi debitur regres, tetapi debitur surat sanggup.
d. Penerbit tidalk menjamin seperti pada penerbit wesel, tetapi melakukan pembayaran
    sendiri sebagai debitur surat sanggup.
e. Penerbit surat sanggup merangkap kedudukan sebagai akseptan pada wesel yaitu
    mengikatkan diri untuk membayar.
Wesel adalah surat perintah membayar, sedangkan surat sanggup adalah surat kesanggupan untuk membayar. Karena wesel merupakan surat perintah untuk membayar maka dalam wesel ada pihak yang diperintah untuk membayar yang disebut tertarik, sedangkan dalam surat sanggup tidak ada. Surat Sanggup dapat diterbitkan oleh subyek hukum, baik perorangan ataupun badan hukum .
Surat sanggup yang diterbitkan oleh bada hukum merupakan perusahaan pembiayaan yang diatur dalam SK Menteri Keuangan no 606/KMK/1995, yang pada intinya mengatur bahwa:
Perusahaan pembiayaan dalam menerbitkan surat sanggup berlaku ketentuan :
a.    Perusahaan pembiayaan dilarang menerbitkan surat sanggup kecuali sebagai jaminan atas utang kepada bank yang menjadi kreditor
b.    Perusahaan pembiayaan dilarang memberikan jaminan dalam segala bentuk pada pihak lain
c. Surat sanggup yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan pada huruf a , tidak dapat dialihkan dan dikuasakan kepada pihak mana pun juga ( non negotiable ).
Berdasarkan poin b , maka perusahaan pembiayaan tidak memperbolehkan menjadi penjamin utang dari pihak lain termasuk dalam bentuk corporate quarantee.

*      Cek
Pengertian Cek (cheque) :
“Surat berharga yang memuat kata cek/cheque dalam mana penerbitannya memerintahkan kepada bank tertentu untuk membayar sejumlah uang kepada orang yang namanya disebut dalam cek, penggantinya, pembawanya pada saat ditunjukkan. ”

Syarat hukum dan penggunaan cek sebagai alat pembayaran giral (KUHD pasal 178) :
1)      Pada surat cek tertulis perkataan “CEK/CHEQUE” dan nomor seri
2)      Surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu
3)      Nama bank yang harus membayar (tertarik)
4)      Jumlah dana dalam angka dan huruf
5)      Penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
6)      Tanda tangan dan atau cap perusahaan.


Syarat lainnya yang dapat ditetapkan oleh bank :
1)      Tersedianya dana
2)      Adanya materai yang cukup
3)      Jika ada coretan atau perubahan harus ditandatangani oleh si pemberi cek
4)      Jumlah uang yang terbilang dan tersebut harus sama
5)      Memperlihatkan masa kadaluarsa cek yaitu 70 hari setelah dikeluarkannya cek tersebut
6)      Tanda tangan atau cap perusahaan harus sama dengan speciment/contoh
tidak diblokir pihak berwenang
7)      Endorsment cek benar (jika ada)
8)      Kondisi cek sempurna
9)      Rekening belum ditutup
10)  dan syarat-syarat lainnya.

Jenis-jenis Cek :
1.      Cek atas pengganti penerbit adalah cek diman nama pemegang pertama tidak disebutkan sehingga pihak penarik sama dengan pemegang pertama.
2.      Cek atas nama penerbit sendiri adalah cek dimana nama pihak tertarik juga tertindak sebagai penarik.
3.      Cek inkasso adalah cek yang didalamnya terdapat kata “Inkasso” atau kata “ dalam pemberian kuasa” atau kata lain sejenisnya.
4.       Cek berdomisili adalah cek yang ditempat pencariannya di tunjukkan di tempat tertentu, yakni di tempat pihak ketiga atau ditempat pihak tersangkut.
5.      Cek silang adalah cek yang dilembarannya diberikan garis silang, diman cek seperti ini hanya dapat di bayarkan jika pembawannya adalah bank lain atau nasabah tertarik.
6.      Cek perjalanan adalah cek yang diterbitkan oleh seseorang yang akan melakukan perjalanan ketempat lain. Sehingga ia tidak perlu membawa uang tunai dalam pejalanan.
7.      Cek mundur adalah cek yang diberi tanggal mundur dari tanggal. Hal ini biasanya terjadi karena kesepakatan antara pemberi dan penerima cek.
8.      Cek kosong atau blank cheque merupakan cek yang penarikkannya melebihi saldo yang ada.

Gambar Cek:
*      Kwitansi
Setiap transaksi yang terjadi tidak begitu saja dicatat dalam catatan perusahaan, tetapi harus didasarkan bukti pencatatan. Bukti pembukuan terdiri dari bukti transaksi. Salah satu contoh dari bukti transaksi adalah kwitansi.
Kwitansi adalah selembar surat bukti yang menyatakan bahwa telah terjadi penyerahan sejumlah uang dari yang disebut sebagai pemberi atau yang menyerahkan uang kepada yang disebut sebagai penerima dan yang harus menandatangani telah menerima penyerahan uang itu sebesar yang disebutkan dalam surat itu, lengkap dengan tanggal penyerahan,tempat serta alasan penyerahan uang itu. Untuk memperkuat tanda bukti tersebut ditempelkan meterai sebesar yang ditentukan oleh undang-undang perpajakan.
Surat bukti itu berupa blangko yang memenuhi persyaratan dan diisi atas persetujuan kedua belah pihak, namun tak dibutuhkan saksi. Akan tetapi, untuk memperkuat dan merinci maksud penyerahan biasanya disertakan surat perjanjian transaksi, yang sering kali memerlukan saksi atau dilakukan di depan petugas yang berwenang (misalnya notaris).
Gambar kwitansi (pada kantor pos)
 
*      Bilyet Giro
Bilyet giro adalah surat berharga yang merupakan surat perintah nasabah untuk memindah bukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada pihak penerima yang disebutkan namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lainnya. Dengan demikian pembayaran dana bilyet giro mempunyai dua tanggal dalam teksnya yaitu tanggal penerbitan dan tanggal efektif ( jatuh tempo). Sebelum tanggal efektif tiba, bilyet giro sudah dapat diedarkan sebagai alat pembayaran kredit, bilyet giro tidak dapat dipindahtangankan melalui endosemen karena didalamnya tidak ada klausula yang menunjukkan cara pemindahannya.
Sedangkan pengertian giro itu sendiri adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Pembayaran suatu transaksi dipandang sudah selesai apabila pemindahbukuan yang dimaksud dalam bilyet giro itu sudah dilaksanakan oleh bank. Didalam bilyet giro orang yang menerbitkan adalah pihak yang harus membayar. Menerbitkan surat berharga disini maksudnya adalah penerbit memerintahkan bank dimana ia menjadi nasabah untuk memindah bukukan sejumlah uang dari rekeningnya kepada rekening pihak ketiga yang disebutkan namanya. Pihak yang menerima bilyet giro ini disebut pemegang atau penerima, sedangkan bank sebagai pihak yang memerintahkan melakukan pemindah bukuan disebut tersangkut.
Bilyet giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
Syarat-syarat yang berlaku untuk BG agar pemindahbukuannya dapat dilakukan antara lain :
1.      Pada surat cek tertulis perkataan “Bilyet Giro” dan nomor seri\
2.      Surat harus berisi perintah tak bersyarat untuk memindahbukukan sejumlah uang tertentu atas beban rekening yang bersangkutan
3.      Nama bank yang harus membayar (tertarik)
4.      Nama penerima dana dan nomor rekening
5.      Nama bank penerima dana
6.      Jumlah dana dalam angka dan huruf
7.      Penyebutan tanggal dan tempat cek dikeluarkan
8.      Tanda tangan dan atau cap perusahaan.
9.      Masa berlaku dan tanggal berlakunya BG juga diatur sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan seperti :
·         masa berlakunya adalah 70 hari terhitung mulai tanggal penarikannya
·         bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal penarikan berlaku sebagai tanggal effektif
·         bila tanggal efektif tidak ada maka tanggal efektif berlaku sebagai tanggal penarikan.

Gambar Bilyet Giro:
*      Commercial Paper
Pada awalnya istilah Commercial Paper tidak dikenal dalam kerangka hukum Indonesia walaupun belum merupakan aturan berbentuk Undang-undang. Hal ini tersebut dimaklumi karena dewasa ini banyaknya perkembangan jenis surat berharga sebagai instrumen pasar uang. Namun karena pengaruh globalisasi yang melanda di berbagai bidang, maka Commercial Paper kemudian masuk dalam tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Istilah Commercial Paper kemudian dicoba di Indonesia dengan istilah surat sanggup tanpa jaminan yang baru dikenal di Indonesia karena perkembangan globalisasi dewasa ini.
Commercial Paper merupakan surat berharga berjangka waktu pendek dengan tempo 2 sampai 270 hari atau kurang dari satu tahun, yang dikeluarkan oleh bank, perusahaan atau peminjam lain kepada investor untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan yang cepat bagi si penerbit. Sebagai imbalannya investor akan memperoleh bayaran diskonto yaitu selisih nilai harga nominal dengan harga penjualan karena harga penjualan Commercial Paper tersebut di bawah harga nominalnya.
Commercial Paper memang merupakan produk dari perkembangan dunia usaha yang berkembang pesat belakangan ini. Perkembangan ini membuat Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia praktik tertinggal. Mengingat perubahan ini maka bank Indonesia sejak tanggal 11 Agustus 1995 mengeluarkan Surat Keputusan yang mengatur tentang persyaratan penerbitan dan perdagangan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper) melalui bank umum di Indonesia.
Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR ini, Commercial Paper adalah surat sanggup tanpa jaminan yang diterbitkan perusahaan bukan bank atau perusahaan efek, berjangka waktu pendek dan diperdagangkan dengan sistem diskonto. Sedangkan yang merupakan ciri-ciri dari suatu Commercial Paper menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yang dituangkan dalam Surat Edaran No.28/49/UPG antara lain :
1. Merupakan janji untuk membayar tanpa syarat.
2. Merupakan surat berharga yang tergolong ke dalam surat sanggup.
3. Berjangka waktu pendek yaitu tidak melebihi 9 bulan.
4. Umumnya diperjual belikan dalam bentuk discount
5. Tidak mempunyai jaminan hutang
6. Umumnya dikeluarkan oleh perusahaan yang sudah punya nama ataupun
7. Perusahaan yang telah dirating bagus oleh perusahaan peringkat.
8. Merupakan instrumen pasar uang, sungguhpun dapat dikembangkan untuk menjadi instrumen pasar modal.
Hingga saat ini belum ada pengaturan yang khusus mengenai Commercial Paper di Indonesia. Oleh karena itu Commercial Paper tidak dapat disebutkan secara pasti. Ada yang membedakannya berdasarkan apakah Commercial Paper itu memakai pengaturan penerbitan (arranger) atau tidak, apakah Commercial Paper tersebut memakai perjanjian jual beli atau tidak, atau apakah Commercial Paper itu memakai jaminan atau tidak. Ada juga yang membedakan berdasarkan kriteria yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yaitu merupakan surat promes atau bukan.

 Syarat-Syarat Sah Commercial Paper
Syarat-syarat formal penerbitan Commercial Paper melalui bank umum di Indonesia menjadi jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR tanggal 11 Agustus 1995 termasuk persyaratan mengenai pemeringkatan yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat yang diakui di dalam negeri.
Pasal 2 yang mengatur persyaratan formal Commercial Paper, yaitu sebagai berikut :
a.       Mencantumkan
ü  Klausula sanggup dan kata-kata “SURAT SANGGUP” di dalam teksnya dan dinyatakan dalam bahasa Indonesia.
ü  Janji tidak bersyarat untuk membayar sejumlah uang tertentu.
ü  Penetapan hari bayar
ü  Penetapan pembayaran
ü  Nama pihak yang harus menerima pembayaran atau penggantinya
ü  Tanggal dan tempat surat sanggup diterbitkan
ü  Tanda tangan penerbit
b.      Berjangka waktu paling lama 270 (dua ratus tujuh puluh) hari
c.       Diterbitkan oleh perusahaan bukan bank dalam Pasal 1 angka 9 surat keputusan ini.
d.      Pada halaman muka Commercial Paper sekurang-kurangnya dicantumkan halhal sebagai berikut :
ü  Kata-kata “SURAT BERHARGA KOMERSIAL (COMMERCIAL PAPER)” yang ditulis kata-kata “SURAT SANGGUP” sebagaimana dimaksud dalam huruf a butir I diatas ;
ü  Pernyataan “tanpa protes” dan “tanpa biaya” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 176 jo Pasal 145 KUHD ;
ü  Nama bank atau perusahaan efek dan nama serta tanda tangan pejabat bank atau perusahaan efek yang ditunjuk sebagai agen tanda keaslian Commercial Paper, tanpa penempatan logo atau perusahaan efek secara mencolok ;
ü  Nama dan alamat bank atau perusahaan yang ditunjuk sebagai pembayar tanpa penempatan logo bank atau perusahaan secara mencolok ;
ü  Nomor seri Commercial Paper ;
ü  Keterangan cara penguangan Commercial Paper sebagaimana diatur dalam pasal 4 surat keputusan ini.
e.       Pada halaman belakang Commercial Paper dicantumkan hal-hal sebagai berikut:
ü  Pernyataan mengenai endosemen blanko tanpa hak regres dengan klausula “Untuk saya kepada pembawa tanpa hak regres”.
ü  Cara perhitungan nilai tunai
Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Surat Keputusan yang dimaksud tidak bersifat liminatif dalam arti boleh ditambah. Sifatnya adalah sebagai persyaratan minimal hingga halaman muka dan halaman belakang dan Commercial Paper sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang ditetapkan. Penambahan dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan maksdu ketentuan tersebut.
Hubungan Para Pihak Dalam Commercial Paper
Dalam penerbitan Commercial Paper, pihak-pihak yang berperan adalah insuer, arranger, issuing agent, paying agent, dealer, investor. Akan dijelaskan lebih rinci mengenai masing masing pihak yang terkait dengan Commercial Paper :
1.      Issuer
Adalah perusahaan atau pihak penerbit Commercial Paper. Dapat juga dikatakan sebagai “peminjam” yang membutuhkan pinjaman jangka pendek.
2.      Arranger (pengaturan penerbitan)
Adalah bank atau perusahaan efek yang berdasarkan perjanjian tertulis dengan penerbit Commercial Paper mengatur rencana penerbitan Commercial Paper.
3.      Issuing Agent
Adalah bank atau perusahaan efek yang berdasarkan perjanjian tertulis dengan calon penerbit Commercial Paper melakukan pengabsahan Commercial Paper.
4.      Dealer (pedagang efek)
Adalah bank atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh calon penerbit Commercial Paper untuk mengusahakan penjualan dan atau penjualan Commercial Paper, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabahnya.
5.      Investor (pemodal)
Adalah perorangan atau badan hukum domestik maupun asing yang membeli Commercial Paper.

Penerbitan Commercial Paper
Perdagangan Commercial Paper dilakukan dengan mekanisme dealer ship yaitu suatu mekanisme dimana calon penerbit Commercial Paper akan menghubungi pengatur penerbitan atau sebaliknya. Karena pada saat telah ada lembaga pemeringkat yang melakukan penilaian atas resiko kredit suatu perusahaan maka pengatur penerbitan akan menghubungi lembaga pemeringkat untuk mengetahui tingkat kreabilitas calon penerbit Commercial Paper. Perusahaan yang akan melakukan penerbitan dan perdagangan Commercial Paper harus mempunyai tingkat kesehatan dan permodalan yang tergolong sehat dalam 12 bulan terakhir.
Lembaga pemeringkat akan menilai apakah calon penerbit dan pernyataan peringkat Commercial Paper akan diserahkan oleh Lembaga Pemeringkat kepada pengatur penerbitan. Setelah memperoleh sertifikat pemeringkat Commercial Paper maka pengatur penerbitan akan menerbitkan memorandum informasi yang objektif mengenai calon penerbit melalui media cetak. Informasi yang disiapkan sekurang-kurangnya harus memuat laporan keuangan tahun buku terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan kualifikasi wajar tanpa syarat. Disamping itu perlu pula disajikan laporan keuangan kwartalan yang terbaru, anggaran dasar penerbit, tanggung jawab hukum dari semua pihak yang terlibat dalam transaksi dan peringakt Commercial Paper. Kegiatan sebagai pengatur menyampaikan laporan kepada bank Indonesia dengan format yang telah ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.28/49/UPG tanggal 11 Agustus 1995.
Pengatur penerbitan akan menghubungi agen penerbitan dan agen pembayaran. Dalam memilih agen penerbitan dan agen pembayaran dilakukan secara kompetitif. Agen penerbit wajib melakukan penelitian atas kebenaran prosedur penerbitan Commercial Paper, baik dari segi administratif maupun dari segi yuridis. Yang dimaksud dengan hal-hal yang bersifat administratif adalah penelitian atas kebenaran prosedur penerbitan dengan memperhatikan antara lain anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan calon penerbit Commercial Paper, serta keaslian kertas komersial Paper yang bersangkutan. Segi yuridis yang perlu diperhatikan adalah pemenuhan undang-undang dan ketentuan yang berlaku.
Agen pembayar mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melakukan pembayaran atas Commercial Paper pada saat jatuh tempo. Commercial Paper yang tidak ditunaikan setelah melampaui waktu enam bulan sejak jatuh tempo dapat ditunaikan langsung pada penerbit Commercial Paper. Perlu dipahami bahwa agen pembayar tidak menjamin pembayar tetapi hanya melaksanakan pembayaran Commercial Paper yang jatuh tempo bila dananya disediakan oleh penerbit Commercial Paper.
Jika pengatur penerbitan telah mendapatkan agen penerbitan dan agen pembayaran maka diadakan perjanjian antara penerbit dengan agen penerbitan dan agen penerbit dengan agen pembayaran. Dalam perjanjian tersebut diuraikan kewajiban masing-masing agen serta fee yang menjadi haknya untuk jasanya ini. Selanjutnya, agen penerbit mulai menjual Commercial Paper kepada investor pertama, secara langsung maupun melalui dealer. Apabila investor pertama ingin menjual Commercial Paper pada investor kedua dapat dilakukan dengan cara endosemen blanko dan tanpa hak regres. Investor kedua dapat menguangkan Commercial Paper setelah jatuh tempo pada agen pembayar.

*      Obligasi
Pengertian Obligasi
Obligasi adalah pernyataan berutang kepada pemegang dan menyanggupi untuk membayar/mengembalikan jumlah pokok dengan bunga tertentu sebagaimana yang disebutkan dalam surat utang itu. Bukti pengakuan utang tersebut dapat dikeluarkan oleh pemerintah/negara atau oleh perusahaan. Jadi, apabila orang membeli obligasi, berarti orang tersebut telah memberi pinjaman uang untuk jangka waktu tertentu dengan bunga tertentu dan pinjaman tersebut akan dibayar lunas sesuai jangka waktu yang tercantum dalam obligasi.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tidak terdapat definisi obligasi secara eksplisit, tetapi terdapat kata “obligasi” pada Pasal 1 butir 5, Penjelasan Pasal 21 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), dan Penjelasan Pasal 25 ayat (1), di mana intinya bahwa obligasi termasuk salah satu jenis efek. Ketentuan yang lebih jelas terdapat pada Pasal 51 ayat (4), di mana dikatakan bahwa obligasi sebagai contoh efek yang bersifat utang jangka panjang. Obligasi adalah bukti utang dari Emiten yang mengandung janji pembayaran bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal jatuh tempo, sekurang-kurangnya tiga tahun sejak tanggal emisi. (Pasal 1 butir 34 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013.1990 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1199/KMK.010/1991).



Karakteristik Obligasi
Obligasi merupakan salah satu instrumen yang diterbitkan oleh suatu pihak tertentu dan diperjualbelikan di bursa Efek. Di Indonesia, terdapat dua macam bursa Efek yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Berdasarkan pembagian segmentasi perdagangan dengan BEJ, BES lebih banyak memperdagangkan obligasi, saham juga diperdagangkan namun tidak banyak.
Adapun karakteristik umum yang tercantum pada sebuah obligasi yaitu meliputi :
a. Nilai Penerbitan Obligasi ( jumlah pinjaman dana)
Dalam penerbitan obligasi maka pihak Emiten akan dengan jelas menyatakan berapa jumlah dana yang dibutuhkan melalui penjualan obligasi. Istilah yang ada yaitu dikenal dengan “jumlah emisi obligasi”. Apabila perusahaan membutuhkan dana Rp. 400 milyar maka dengan jumlah yang sama akan diterbitkan obligasi senilai dana tersebut. Penentuan besar kecilnya jumlah penerbitan obligasi berdasarkan kemampuan aliran kas perusahaan serta kinerja bisnisnya.
b. Jangka waktu obligasi
Setiap obligasi mempunyai jangka waktu jatuh tempo (maturity). Masa jatuh tempo obligasi kebanyakan berjangka waktu 5 (lima) tahun. Untuk obligasi pemerintah bisa berjangka waktu lebih dari 5 (lima) tahun sampai 10 (sepuluh) tahun. Semakin pendek jangka waktu obligasi maka akan semakin diminati oleh investor karena dianggapnya resikonya semakin kecil. Pada saat jatuh tempo pihak penerbit obligasi berkewajiban melunasi pembayaran pokok obligasi tersebut.
c. Tingkat Suku Bunga
Untuk menarik investor membeli obligasi tersebut maka diberikan insentif berbentuk tingkat suku bunga yang menarik misalnya 17%, 18% per tahunnya. Penentuan tingkat suku bunga biasanya ditentukan dengan membandingkan tingkat suku bunga perbankan pada umumnya. Istilah tingkat suku bunga obligasi biasanya dikenal dengan nama kupon obligasi.
Jenis kupon bisa berbentuk fixed rate dan variable rate untuk alternatif pilihan bagi investor.
d. Jadwal Pembayaran Suku Bunga
Kewajiban pembayaran kupon (tingkat suku bunga obligasi) dilakukan secara periodik sesuai kesepakatan sebelumnya, bisa dilakukan triwulanan atau semesteran. Ketepatan waktu pembayaran kupon merupakan aspek penting dalam menjaga reputasi penerbit obligasi.


e. Jaminan
Obligasi yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan akan mempunyai daya tarik bagi calon pembeli obligasi tersebut. Di dalam penerbitan obligasi kewajiban penyediaan jaminan tidak harus mutlak. Apabila yang memberikan jaminan berbentuk aset perusahaan ataupun tagihan piutang perusahaan dapat menjadi alternatif yang menarik investor.

Dari karakteristik-karakteristik yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat dibagi menjadi berbagai macam obligasi. Dari cara pengalihan terdapat 2 (dua) jenis obligasi, yaitu Obligasi Atas Unjuk (bearer bond) dan Obligasi Atas Nama (registered bond).
Ciri-ciri penting dari Obligasi Atas Unjuk meliputi:
·      Nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi;
·      Setiap sertifikat obligasi disertai dengan kupon bunga yang dilepaskan setiap pembayaran bunga dilakukan;
·      Sangat mudah untuk dialihkan;
·      Kertas sertifikat obligasi dibuat dari bahan berkualitas tinggi seperti bahan pembuat uang;
·      Bunga dan pokok obligasi hanya dibayarkan kepada orang yang dapat menunjukkan kupon bunga dan sertifikat obligasi.

Sedangkan untuk Obligasi Atas Nama untuk pokok pinjaman, nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi beserta kupon bunga dan untuk pokok bunga nama pemilik tidak tercantum dalam sertifikat obligasi. Nama dan alamat pemilik dicatat di perusahaan Emiten untuk memudahkan dalam pengiriman bunga. Kemudian Obligasi Atas Nama untuk pokok dan bunga, nama pemilik tercantum dalam sertifikat obligasi, tetapi tidak ada kupon bunga, karena bunga langsung disampaikan kepada pemilik yang namanya tercantum dalam daftar perusahaan Emiten.

Dasar Hukum Penerbitan Obligasi
Obligasi merupakan suatu surat berharga yang di dalamnya memuat suatu bukti utang dari penerbitnya. Dalam terminologi hukum perdata kata “hutang” diartikan sebagai suatu kewajiban untuk melakukan prestasi kepada orang lain. Hutang dalam pengertian hukum perdata adalah timbul dari suatu perikatan. Sebagaimana yang kita ketahui perikatan dapat lahir karena undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi pengertian hutang disini adalah sangat umum, karena hutang ini dapat timbul dari perikatan apa saja. Sedangkan hutang dalam obligasi yang dimaksud adalah hutang dalam arti sempit, yaitu hutang yang timbul karena perikatan pinjam meminjam uang (gedschuld), tidak dari perikatan lain. Secara lebih tegas, hutang dalam definisi di atas harus diartikan sebagai hutang sejumlah uang.
Obligasi tidak diatur di dalam KUHD. Pengaturan tentang Obligasi dapat ditemukan di luar dari KUHD yakni diseluruh peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Ini dapat dilihat pertama sekali pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pinjaman Obligasi oleh Bank/Perusahaan/Badan Pemerintah maupun Swasta. Inilah produk hukum yang pertama sekali mengatur diterbitkannya obligasi oleh bank/perusahaan/badan pemerintah maupun swasta di Indonesia. Lalu dengan berkembangnya pasar uang dan modal dipandang perlu untuk kembali meninjau peraturan tersebut. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1963 dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1973.
Seiring dengan perkembangan pasar modal yang sudah menyentuh tingkat internasional maka pemerintah mengeluarkan regulasi dengan menerbitkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri dalam Bentuk Surat Utang atau Obligasi. Keputusan Presiden ini menjadi payung hukum bagi setiap penerbit obligasi yang akan mengeluarkan surat utang kepada lembaga asing.
Berkembangnya perdagangan obligasi ini membuat pemerintah semakin memperkuat payung hukum penerbitan obligasi di dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 755/KMK.011/1982 tentang Tata Cara Menawarkan Obligasi kepada Masyarakat oleh Badan Usaha selain Bank dan LKBB. Lalu dterbitkan juga Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/KMK.04/1983 tentang Pemberian Keringanan Perpajakan bagi Pembelian Obligasi oleh Masyarakat Pemodal. Kedua produk hukum ini menjadi dasar hukum dan acuan bagi badan usaha yang ingin melakukan penawaran obligasi kepada masyarakat di Indonesia.
Pengaturan obligasi juga dimuat pada dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan surat berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan uang. Dengan adanya aturan ini maka setiap bank dapat menerbitkan obligasi.
Pengaturan mengenai obligasi dapat juga dilihat dalam berbagai jenis Keputusan Ketua BAPEPAM-LK. Pengaturan-pengaturan mengenai obligasi itu antara lain terdapat pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep: -412/BL/2009 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang. Dalam peraturan ini dapat ditemukan fungsi, tugas, serta tanggung jawab Wali Amanat dalam hal melakukan penerbitan obligasi. Pengaturan lainnya dapat ditemukan pada Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-05/PM/2004 tentang Penawaran Umum oleh Pemegang Saham. Peraturan inilah yang digunakan Emiten dalam rangka melakukan penawaran umum obligasi kepada masyarakat.

Pihak-Pihak dalam Penerbitan Obligasi
Dalam penerbitan obligasi, tentunya ada pihak-pihak yang terkait dalam penerbitan obligasi tersebut. Pihak-pihak itu antara lain:
1. Emiten
Emiten merupakan pihak yang menjadi penerbit atau yang mengeluarkan obligasi untuk dijual kepada masyarakat. Dalam Undang-Undang Pasar Modal pengertian Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum. Kata “pihak” sendiri dalam Undang-Undang Pasar Modal didefinisikan sebagai orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama, asosiasi atau kelompok yang terorganisasi. Dari kedua definisi di atas, kita dapat melihat bahwa pengertian Emiten dalam undang-undang dikaitkan dengan penerbitan obligasi adalah sangat luas. Karena, dari definisi tersebut Emiten obligasi berarti dapat berupa perseorangan, usaha bersama, perusahaan, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi. Pendefinisian dalam undang-undang tersebut di atas adalah dalam arti luas, karena undang-undang tersebut dimaksudkan tidak hanya mengatur dan berlaku untuk obligasi saja, tetapi juga untuk mengatur dan berlaku bagi semua pihak yang terlibat dalam kancah pasar modal. Dengan demikian, yang dapat bertindak sebagai Emiten obligasi adalah tidak semua yang disebutkan dalam pengertian “pihak” dalam definisi undang-undang di atas.
Hal ini akan lebih jelas dengan melihat ketentuan lain dalam aturan pasar modal mengenai pengertian Emiten. Ketentuan tersebut adalah Keputusan Menkeu No. 1548. Dalam Pasal 1 butir 13 pada Keputusan Menkeu memberikan definisi Emiten yaitu badan hukum yang melakukan emisi atau bermaksud atau telah melakukan emisi.
Dari definisi di atas dapat melihat secara lebih sempit lagi bahwa yang dapat menerbitkan obligasi hanyalah badan hukum. Ketentuan ini sejalan dengan kenyataan yang terjadi. Dalam praktek, emisi obligasi pada umumnya dan lazimnya adalah dilakukan oleh suatu badan hukum. Akan tetapi tidak semua badan hukum dapat dan boleh menerbitkan obligasi. Yang dimaksudkan sebagai badan hukum yang dapat menerbitkan obligasi di pasar modal ialah badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia. Selain itu, ada badan hukum tertentu yang karena sifatnya yang ditentukan oleh undang-undang tidak dimungkinkan untuk menerbitkan obligasi. Badan hukum tersebut misalnya dana pensiun. Sebagaimana yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun disebutkan bahwa dana pensiun merupakan suatu badan hukum (Pasal 1 angka 1). Larangan bagi dana pensiun untuk menerbitkan obligasi dapat dilihat dari ketentuan Pasal 31 ayat (2) yaitu mengatakan bahwa dana pensiun tidak diperkenankan meminjam atau mengagunkan kekayaannya sebagai jaminan atas suatu pinjaman. Badan hukum yang dapat menjadi penerbit obligasi ini dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu badan hukum publik dan badan hukum privat.
2. Wali Amanat
Dalam penerbitan obligasi dikenal lembaga Wali Amanat (trustee). Lembaga ini merupakan lembaga khusus yang harus ada dalam setiap penerbitan efek yang bersifat hutang seperti obligasi. Wali Amanat merupakan pihak yang mewakili para pemegang obligasi dalam hubungannya dengan penerbitan obligasi yang bersangkutan. Wali Amanat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal didefinisikan sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat hutang.
3. Penjamin Emisi Efek
Penjamin emisi efek merupakan pihak yang juga memegang peranan sangat penting dalam penerbitan obligasi. Dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan pengertian penjamin emisi adalah pihak yang membuat kontrak dengan Emiten untuk melakukan penawaran umum bagi kepentingan Emiten dengan atau tanpa kewajiban untuk membeli sisa efek yang tidak terjual.
Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa penjamin emisi efek merupakan pihak yang bertindak menjamin atas keberhasilan penjualan obligasi. Jadi tugas utama penjamin emisi dalam penerbitan suatu obligasi adalah mengusahakan agar emisi dan penjualan obligasi oleh Emiten kepada masyarakat dapat berjalan dengan lancar, dalam arti semuanya dapat terjual kepada masyarakat. Selain itu dalam rangka penjaminan emisi ini, penjamin emisi efek dapat pula menjamin kepada Emiten bahwa apabila obligasi yang ditawarkan tidak terjual habis, maka penjamin emisi menjamin akan membelinya sendiri obligasi yang tidak habis terjual tersebut.
Penjamin emisi efek merupakan salah satu jenis dari perusahaan efek. Dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Pasar Modal memberi definisi perusahaan efek sebagai pihak yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek, perantara pedagang efek, dan atau manajer investasi. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal bahwa yang dapat melakukan kegiatan usaha sebagai perusahaan efek adalah perseroan yang telah memperoleh izin usaha dari BAPEPAM-LK. Selanjutnya Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Pasar Modal menentukan bahwa yang dapat melakukan kegiatan sebagai Wakil Penjamin Emisi efek hanya orang perseorangan yang telah memperoleh izin dari BAPEPAM-LK. Dari kedua ketentuan ini kita mengetahui bahwa Penjamin Emisi Efek merupaka perseroan terbatas yang memiliki izin sebagai suatu perusahaan efek di mana untuk melakukan kegiatannya perusahaan efek tersebut memiliki wakil penjamin emisi efek.
Dalam praktek penerbitan obligasi biasanya penjaminan emisi dilakukan oleh lebih dari satu penjamin emisi. Dalam hal ini salah satu dari penjamin emisi ini akan bertindak sebagai penjamin pelaksana emisi (managing underwriter). Penjamin pelaksana emisi (managing underwriter) merupakan penjamin emisi yang bertanggung jawab atau menyelenggarakan suatu penawaran umum. Jadi penjamin pelaksana efek ini yang mempersiapkan segala sesuatunya sehubungan dengan penerbitan obligasi termasuk mempersiapkan prospektus dan sebagainya.
4.      Penanggung
Dalam kerangka Undang-Undang Pasar Modal penanggung diatur secara khusus seperti lembaga penunjang yang lain. Hal ini disebabkan keberadaan penanggung dalam suatu emisi obligasi adalah bersifat fakultatif (tidak diharuskan ada). Namun demikian dalam Pasal 1 angka 36 Keputusan Menteri Keuangan No. 1548 yang dimaksud penanggung adalah pihak yang menanggung pembayaran kembali jumlah pokok dan/atau bunga emisi obligasi, atau sekuritas dalam hal Emiten cidera janji.
Pada prinsipnya setiap orang atau lembaga dapat menjadi penanggung dalam penerbitan obligasi. Namun demikian, pada umumnya masyarakat hanya menerima penanggung yang kredibilitasnya memuaskan. Dalam praktek penanggung umumnya dilakukan oleh bank.
Penanggung dalam penerbitan obligasi dapat lebih dari satu penanggung. Penanggungan yang demikian merupakan suatu sindikasi. Dalam hal ini setiap penanggung bertanggung jawab baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama (tanggung renteng).
5.      Notaris
Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris memberikan pengertian notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenang lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Notaris yang bermaksud melakukan kegiatan sebagai profesi penunjang pasar modal diwajibkan terlebih dahulu terdaftar di BAPEPAM-LK. Perlunya notaris dalam proses emisi obligasi adalah dalam rangka pembuatan perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan emisi obligasi, seperti misalnya perjanjian perwaliamanatan, perjanjian penjaminan emisi, perjanjian penanggungan dan sebagainya yang diwajibkan oleh Undang-Undang Pasar Modal.
6. Konsultan Hukum
Konsultan hukum ialah ahli hukum yang membantu dalam aspek hukum Emiten yang akan melakukan emisi obligasi. Tugas konsultan hukum dalam ruang lingkup pasar modal sebenarnya sangat luas. Namun pada prakteknya, tugas konsultas hukum dalam proses emisi hanya memberikan pendapat hukum (legal opinion) kepada pihak lain sehubungan dengan suatu emisi obligasi. Konsultan hukum dalam hal ini diperlukan dalam rangka melaksanakan asas keterbukaan. Konsultan hukum berfungsi meneliti dan melakukan pemeriksaan (due diligence) terhadap aspek-aspek hukum Emiten dan memberikan pendapat hukum (legal opinion) antara lain tentang keabsahan usaha Emiten, kepemilikan kekayaan Emiten, serta penilaian perikatan Emiten dengan pihak ketiga. Pendapat hukum yang dibuat konsultan hukum merupakan salah satu dasar yang akan digunakan oleh masyarakat untuk melakukan penilaian atas obligasi yang ditawarkan Emiten.
7. Akuntan
Akuntan yang dimaksudkan di sini ialah akuntan yang telah memperoleh izin dari Menteri dan terdaftar di BAPEPAM-LK. Akuntan dalam emisi obligasi bertugas antara lain melakukan pemeriksaan secara umum atas laporan keuangan Emiten dan memberikan pendapat apakah posisi keuangan (neraca) dan hasil usaha (perhitungan laba rugi) serta perubahan posisi keuangan perusahaan (laporan perubahan posisi keuangan) telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi Indonesia yang diterapkan secara konsisten. Laporan akuntan merupakan salah satu sarana penilaian bagi masyarakat perihal kondisi keuangan Emiten.
8. Penilai
Penilai yang dimaksud di sini ialah suatu pihak yang memberikan penilaian atas aset perusahaan yang melakukan penawaran umum. Penilai di sini juga harus terlebih dahulu terdaftar di BAPEPAM-LK sebelum melakukan kegiatan sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal.


9. Lembaga Kliring
Lembaga ini berfungsi menyelesaikan semua hak-hak dan kewajiban yang timbul dari transaksi di bursa efek. Lembaga Kliring dapat juga bertindak sebagai agen pembayaran atas transaksi jual beli obligasi. Umumnya yang ditunjuk sebagai lembaga kliring adalah bank. Ia bertugas membayar bunga dan pinjaman poko atas obligasi, namun keterlibatan hanya setelah obligasi masuk di bursa efek atau di pasar sekunder.
10. Bursa Efek
Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka (Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal). Berdasarkan pembagian segmentasi perdagangan dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ), Bursa Efek Surabaya (BES) lebih banyak memperdagangkan obligasi, saham juga diperdagangkan namun tidak banyak.
11. Investor (Masyarakat Pemodal)
Investor merupakan aktor utama yang berperan di dalam kegiatan pasar modal. Investor sebagai pihak yang menginvestasikan dananya di pasar modal, dengan cara membeli efek yang bersifat utang (obligasi) maupun efek yang bersifat ekuitas. Investor yang terlibat dalam pasar modal Indonesia adalah investor domestik dan asing, perorangan dan institusi yang mempunyai karakteristik masing-masing. Demikianlah pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan obligasi. Kesemua pihak ini saling terkait dalam hal sebelum maupun sesudah diterbitkannya obligasi oleh Emiten. Masing-masing pihak memiliki peran yang sama pentingnya. Hal ini ditandai dalam setiap penerbitan obligasi ke semua pihak ini harus diikutsertakan dalam setiap penerbitan obligasi.


BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Hukum Surat-surat Berharga adalah himpunan peraturan yang mengatur tentang surat yang memiliki nilai. Lengkapnya, himpunan peraturan yang mengatur tentang surat yang berbentuk akta yang merupakan alat pembayaran, alat bukti hak tagih dan alat memindahkan hak tagih, contohnya cek, wesel, surat sanggup, obligasi, commercial paper,dll.
Surat Berharga terbagi menjadi dua, yaitu surat berharga dan surat yang berharga. Secara yuridis istilah surat berharga dan surat yang berharga sangat berbeda fungsi dan penggunaannya. Surat berharga diterbitkan untuk alat pembayaran, sedangkan surat yang berharga hanya sebagai alat bukti bagi orang yang namanya tertera dalam surat tersebut atau sebagai alat bukti diri bagi sipemegang atau orang yang menguasai surat tersebut.
Dasar-dasar hukum surat berharga ada dua, antara lain:
1.      Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), contohnya
·         Wesel (100-173 KUHD)
·         Surat sanggup (174-177 KUHD)
·         Cek (178-229d KUHD)
·         Kwitansi-kwitansi dan Promes atas tunjuk (229e – 229k KUHD)
·         Persetujuan sewa kapal atau charter party (453-465 KUHD), konosemen (504 dst KUHD), dan delivery order (510 KUHD)
2.      Perundang-undangan lain untuk surat berharga lainnya, contohnya
·         Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/30/UPUM tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia, masing-masing tanggal 27 Oktober 1988;
·         Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/53/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/31/UPG tentang Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang, masing-masing tanggal 27 Oktober 1988;
·         Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/49/UPG tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Commercial Paper melalui Bank Umum di Indonesia;
·         Surat Edaran Bank Indonesia (SERI) No. 4/670 UPPB/ Pb.B.BI 24 Januari 1972 yang sudah disempurnakan dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 28/32/Kep/Dir dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 28/321UPG masing-masing tanggal 4 Juli 1995 mengatur Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral

B.   Saran
Pemerintah lebih mengawasi pelaksanaan penerbitan sekaligus perdagangan surat-surat berharga yang terjadi sekarang ini karena semakin maraknya kasus yang terjadi yang berkaitan dengan penyalahgunaan surat-surat berharga.

Daftar Pustaka

Abdulkadir, Muhammad. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. 
Prodjodikoro, Wirdjono. Hukum Wesel, Cek dan Aksep di Indonesia. Bandung: Sumur, 1992.
Simanjuntak, Emmy Pangaribuan. Hukum Dagang Surat-Surat Berharga. Yogyakarta: Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, 1993.
KUHD (Kitab Undang Hukum Dagang)
www.scribd.com/doc/49709471/SURAT-SANGGUP
http://ermazahro.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Modul-Hukum-Surat-Berharga-2-Surat-Wesel-Dan-Surat-Sanggup.pdf
http://idhamazhari.blogspot.com/2010/10/bagaimana-transaksi-surat-sanggup.html
http://seonggokilmu.blogspot.com/2010/05/apa-itu-kwitansi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Obligasi

LAMPIRAN
1.      Peraturan Bank Indonesia No. 7/16/PBI/2005 tentang Pengertian Surat yang Berharga
2.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pengertian Surat Berharga
3.      Pasal 1 angka (10) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Pengertian Surat Berharga
4.      Pasal 100-173 KUHD tentang Wesel
5.      Pasal 174-177 KUHD tentang Surat Sanggup
6.      Pasal 178-229d KUHD tentang Cek
7.      Pasal 229e – 229k KUHD tentang Kwitansi-kwitansi dan Promes atas tunjuk
8.      Pasal 453-465 KUHD tentang Persetujuan sewa kapal atau charter party
9.      Pasal 504 dst tentang Konosemen
10.  Pasal 510 tentang Delivery Order
11.  Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/30/UPUM tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia, masing-masing tanggal 27 Oktober 1988
12.  Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 21/53/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 21/31/UPG tentang Perdagangan Surat Berharga Pasar Uang, masing-masing tanggal 27 Oktober 1988.
13.  Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/52/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/49/UPG tentang Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Commercial Paper melalui Bank Umum di Indonesia.
14.  Surat Edaran Bank Indonesia (SERI) No. 4/670 UPPB/ Pb.B.BI 24 Januari 1972 yang sudah disempurnakan dengan surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 28/32/Kep/Dir dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 28/321UPG masing-masing tanggal 4 Juli 1995 mengatur Bilyet Giro sebagai alat pembayaran giral.
15.  Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1973 tentang Pinjaman Obligasi oleh Bank/Perusahaan/Badan Pemerintah maupun Swasta
16.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 tahun 1978 tentang Pinjaman Luar Negeri dalam Bentuk Surat Utang atau Obligasi.
17.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 755/KMK.011/1982 tentang Tata Cara Menawarkan Obligasi kepada Masyarakat oleh Badan Usaha selain Bank dan LKBB.
18.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/KMK.04/1983 tentang Pemberian Keringanan Perpajakan bagi Pembelian Obligasi oleh Masyarakat Pemodal.
19.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tata Cara Penerbitan,. Pertanggungjawaban dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah
20.  Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep: -412/BL/2009 tentang Ketentuan Umum dan Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang
21.  Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Kep-05/PM/2004 tentang Penawaran Umum oleh Pemegang Saham
22.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal